Menu

Mode Gelap
Otonomi yang Terbatas: Tantangan Desentralisasi di Kota Industri Batam Tiga Pelaku Curanmor di Tanjungpinang Dibekuk, Satu Dilumpuhkan Timah Panas Pemprov Kepri Pangkas TPP ASN 7,65 Persen Mulai 2026, Dialihkan untuk PPPK Jadwal Keberangkatan Kapal Ferry di Tanjungpinang 27 November 2025 Ranperda APBD 2026, Bupati Bintan dan DPRD Bintan Lakukan Kesepakatan Wamenbud RI Sebut Kepri Kaya Budaya dan Siap Dukung Pembangunan Tugu Bahasa

Opini

Pembangunan Perekonomian Era Desentralisasi di Desa Numbing

badge-check


					Oleh: Rio Ramadan Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji Perbesar

Oleh: Rio Ramadan Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Oleh: Rio Ramadan Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji

TANJUNGPINANG,Kepri.info – Pembangunan perekonomian desa Numbing di era desentralisasi kembali menyoroti pertanyaan fundamental mengenai otonomi daerah dan reformasi teritorial di Indonesia.

Kasus ini bukan sekadar persoalan teknis administrasi, melainkan cerminan kompleksitas dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui pelimpahan kewenangan.

Pertanyaan esensial muncul: sejauh mana desa Numbing memiliki keleluasaan dalam mengelola potensi ekonomi dan sumber daya alamnya sendiri, dan mengapa sinkronisasi vertikal antara pusat, kabupaten, dan desa masih menjadi tantangan krusial dalam sistem desentralisasi fiskal dan non-fiskal? Konteks Desa Numbing, sebagai unit pemerintahan terkecil, seharusnya menjadi garda terdepan dalam inovasi ekonomi berbasis komunitas, terutama melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pemanfaatan Dana Desa.

Namun, praktik di lapangan menunjukkan bahwa implementasi kewenangan ini seringkali menciptakan grey area dan ketergantungan yang kontradiktif. Potensi unggulan desa misalnya sektor pariwisata bahari atau komoditas pertanian spesifik seringkali terbentur oleh regulasi sektoral di tingkat kabupaten atau provinsi, yang tidak mencerminkan pemahaman dan kebutuhan lokal secara mendalam.

Hal ini menunjukkan bahwa desa masih sangat bergantung pada intervensi dan alokasi dana dari atas, bahkan dalam penanganan aset yang secara fisik berada di wilayah administratifnya.

Analisis ini menunjukkan bahwa konsep desentralisasi asimetris, yang memberikan kewenangan khusus sesuai karakteristik geografis dan strategis, belum sepenuhnya terimplementasi di tingkat desa.

Meskipun UU Desa No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan substansial, pelaksanaannya di lapangan menciptakan dilema: desa memiliki tanggung jawab pembangunan, namun tidak selalu memiliki kewenangan signifikan dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya strategis yang melintasinya. Kondisi ini bertentangan dengan semangat desentralisasi yang menekankan efisiensi dan responsivitas pemerintahan terhadap kebutuhan dan peluang ekonomi lokal.

Dari perspektif reformasi teritorial dan implikasi fiskal, kasus pembangunan perekonomian di desa mempertanyakan kembali pembagian hasil sumber daya dan Dana Desa.

Desa Numbing, sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan, seharusnya mendapatkan manfaat optimal untuk pembangunan infrastruktur dan pemulihan lingkungan. Mekanisme bagi hasil yang ada, baik dari potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tingkat kabupaten maupun pengelolaan Dana Desa, seringkali tidak mencerminkan kontribusi dan beban yang ditanggung desa.

Transparansi dan akuntabilitas dalam distribusi hasil sumber daya dan transfer fiskal menjadi kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat lokal terhadap sistem desentralisasi. Dilema tata kelola sumber daya dan ekonomi di desa Numbing juga mengungkap persoalan mendasar: lemahnya kapasitas pemerintah desa dalam mengelola sektor ekonomi secara profesional dan minimnya transfer pengetahuan, teknologi, dan sumber daya manusia dari pusat/kabupaten.

Intervensi kebijakan dari atas mungkin menyelesaikan persoalan jangka pendek, namun tidak menyentuh akar masalah. Reformasi mendesak yang diperlukan mencakup: pertama, revisi mekanisme bagi hasil dan alokasi Dana Desa yang lebih adil dan transparan; kedua, penguatan kapasitas institusi lokal melalui transfer pengetahuan dan teknologi spesifik; dan ketiga, penyusunan regulasi yang jelas tentang pembagian kewenangan pusat-daerah-desa dalam pengelolaan sumber daya alam dan aset ekonomi desa. Tanpa reformasi substantif, desentralisasi hanya akan menjadi jargon politik tanpa makna nyata bagi pembangunan perekonomian desa yang berkelanjutan.

Tanpa reformasi substantif, desentralisasi hanya akan menjadi jargon politik tanpa makna nyata bagi pembangunan perekonomian desa yang berkelanjutan. Selain itu, penting pula untuk memperkuat kolaborasi multipihak antara pemerintah desa, masyarakat, akademisi, dan sektor swasta agar potensi ekonomi lokal dapat dikelola secara lebih inovatif dan berdaya saing.

Pendekatan partisipatif ini tidak hanya meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap program pembangunan, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi desa yang lebih adaptif terhadap perubahan sosial dan lingkungan.

Dengan sinergi yang kuat dan dukungan kebijakan yang konsisten, desa Numbing berpeluang menjadi model tata kelola desa yang efektif dalam kerangka desentralisasi yang sesungguhnya.

Dengan sinergi yang kuat dan dukungan kebijakan yang konsisten, desa Numbing berpeluang menjadi model tata kelola desa yang efektif dalam kerangka desentralisasi yang sesungguhnya.

Upaya ini juga perlu disertai dengan monitoring dan evaluasi berbasis data agar setiap kebijakan yang diterapkan dapat diukur dampaknya secara konkret terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Jika mekanisme evaluasi ini berjalan dengan baik, desa tidak hanya menjadi penerima kebijakan, tetapi juga aktor aktif dalam merumuskan strategi pembangunan yang lebih inklusif, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang. (Opini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Otonomi yang Terbatas: Tantangan Desentralisasi di Kota Industri Batam

27 November 2025 - 15:55 WIB

Politik Lokal di Kota Gurindam Ancaman Dinasti Terhadap Semangat Desentralisasi Tanjungpinang

18 November 2025 - 19:01 WIB

Kejaksaan Agung dan Misi Pemulihan Ekonomi Bangsa: Dari Ruang Sidang ke Ketahanan Nasional

23 Oktober 2025 - 12:23 WIB

Desentralisasi Jadi Kunci Penguatan Pelayaran Rakyat di Tanjungpinang

11 Mei 2025 - 17:05 WIB

Desentralisasi Fiskal Labuh Jangkar Terhadap Sektor Ekonomi Pembangun Di Kepulauan Riau

18 Desember 2024 - 11:45 WIB

Trending di Opini